Follow Us @tiyov

Thursday, October 20, 2011

Egoisnya Cinta

Seperti biasanya dalam cerita gue, semua tentang kehidupan cinta dijaman SMA/SMU, nggak mendidik sih, tapi ini selalu enak untuk diceritakan, dan sekarang gue mau menceritakan kisah cinta temen gue,yang pernah dia alami, dan bisa dibilang kisah kasih dia ibarat “Roda Bajaj” 3 buah dan berputar (apalah itu). Awalnya gue nggak tau, karena nggak begitu akrab dengan mereka dan yang jelas gue nggak perlu tau dan nggak mau tau urusan kisah cinta dia, karena buat apa tau? Toh,,, kami hanyalah teman satu sekolah, kenal aja baru baru ini, karena itu nggak penting banget tau apa yang dia alamin, kalo gue nggak tau, emangnya salah gue? Salah bapak gue? Salah emak gue? Salah keluarga gue? yang salah itu ya kalian, kenapa udah bermain dengan cinta disekolahan, bukannya pada belajar yang bener biar pinter malah pada pacaran, kayak gue dong, belajar menuntut ilmu, itukan lebih berguna daripada harus berpacaran yang nantinya malahan bikin sakit hati. (yang sadar sih tau kalo ini cuma alibi gue yang pada dasarnya cuma iri sama temen temen gue yang udah punya pacar)

“lo mau cerita apa marah marah Tem?” gerutu Dian disamping gue.
“eh.. maaf, nggak sadar gue kalo lo masih disamping gue An” 
Tapi, ketika dia cerita, ada satu hikmah dibalik kisah cinta dia, alhasil gue tertarik untuk mengangkat ini sebagai cerita. Nggak berat kok, kalo Cuma 1 kilogram, masih kuatlah gue angkat!  Dan ini mengisahkan tentang Septiani Dianeta, seorang wanita yang Pinter, lumayan cantik, baik hati juga, dan tetapi mengalami sbuah dilema cinta yang amat sangat tragis (sumpah ye! Pas nulis pinter dan lumayan cantik, kepala gue lagi ditodongin senapan AK-47) dan awalnya gue sama sekali nggak kenal sama Dian, nggak tau apa apa tentang dia, karena dia itu anak kelas 2 IPA, jadi dia itu kakak kelas gue, pernah sih denger nama dia tapi itu juga Cuma sekilas dan nggak penting (ngok).

Dian berlari sambil menunduk, tangannya tampak menutupi matanya yang basah, dan kemudian menabrak gue lalu terjatuh. Gue kaget dan langsung berbalik, ketika gue melihat Dian yang terjatuh, gue kayak ngeliat bidadari yang sedang kehilangan sebelah sayapnya, terpancarkan sebuah jiwa yang terluka. *ngeek(nggak banget kata Bidadarinya) gue langsung mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri, wajahnya pucat kayak abis ngelihat hantu, tetesan air mata masih terlihat dipipinya, dan matanya pun masih berkaca kaca. Dian langsung meraih tangan gue untuk membantunya berdiri, setelah bangkit, Dian diam untuk sejenak, dan tiba tiba Dian langsung memeluk gue, dan menangis keras dipelukan gue. Alhasil gue Panik!!! “ini kenapa? Dia siapa? Apa salah gue? Apa dia hamil sama gue? Berapa bulan? Gimana hasil USG?” Pikiran gue jelas kacau, nggak mungkin cuma karena dia nabrak gue terus nangisnya sampe begitu histeris.
Dengan hati bertanya tanya, gue Cuma bisa diem saat pelukan dan tangisan Dian semakin erat dan sedih, dan setelah semua terlihat agak tenang, akhirnya gue memberanikan diri untuk bertanya apa sebenarnya yang telah terjadi dengan dirinya. Dan akhirnya dia pun mau menceritakan apa yang terjadi, dan tidak lupa memperkenalkan dirinya. Setelah mendengar ceritanya gue pun terdiam mirip sapi ompong, gue bingung harus berkata apa, otak gue bener bener buntu, sampe akhirnya gue inget akan sebuah perkataan orang bijak RW 011. “hidup itu selalu membuat kesalahan disadari atau tidak, tetapi itulah Hidup, dari kesalahan tersebut kita belajar memperbaiki diri dan menjadikan pola pikir kita untuk lebih dewasa, berfikir dan berdoa, semoga keputusan yang kita ambil itu adalah yang terbaik buat kita” (nggak usah ditanya artinya deh, karena gue cuma ngutip). Cuma itu yang gue ucapin untuk nenangin Dian, dan mendengar itu! Dian terdiam…. Dan waktu gue bilang “Cinta itu Egois” Dian langsung menatap gue, mengecup pipi gue, dan bilang “makasih ya!” kemudian berlalu pergi.

Begitulah awal perkenalan gue sama Dian, nggak ada yang special, malah gue disuguhkan dengan isak tangis dan cerita tentang penggalauan, sekali kali kek cerita seneng, jadi gue kan bisa ikut seneng, kenapa sih cerita sedih mulu…Damn!! Sekarang jadi gue yang galau. Tapi gue pun paham dengan apa yang sedang terjadi dan apa yang dialami Dian saat ini, dan intinya kejadian ini ngajarin gue banyak hal, tanpa sadar kadang kita menikmati kesalahan kita, dan jika itu menyangkut perasaan maka semua kesalahan akan menjadi benar. Dan sebaik baiknya sahabat adalah ketika dia mengerti sahabatnya (Berat ye kata kata gue? Padahal belom tentu gue bisa begini)
 Tapi jujur aja, gue jadi bingung gimana nyeritain kisah dia, karena gue nggak pernah terlibat didalamnya, dan nggak ada sedikitpun campur tangan gue. Dan setelah gue berpikir keras, gue punya ide, bagaimana kalo gue berpura pura jadi dirinya? Jadi gue bisa lebih berekpresi tentang Dian. Yah,, anggap aja, dalam cerita ini, gue udah dioperasi diThailand dan kembali ke Indonesia menjadi seorang Dian.
“Eh Tem!! Gue itu cantik, pinter, baik, nggak sombong dan pemalu yah! Dan lo harus jadi diri gue yang begitu, nggak kurang 1 sifat pun” cetus Dian dengan nada protes.
“Brisiiiiiiiiik!!! Inget ye An.. ini cerita gue, tulisan gue, mao jadi apa ya terserah gue, bawel!” gerutu gue.
“Ah, kagak bisa begitu. Lo harus Total dalam menjadi diri gue, salah sedikit aja gue bakalan DEMO abis abisan” Protes Dian sambil megang Granat.

Pagi ini terasa berat banget langkah gue menuju Sekolah, semangat gue luntur, gairah gue memudar, dan mood gue menunjukan sebuah Depresi tingkat UMPTN. Dan ini bukan karena hari ini ada ulangan atau hal semacamnya, tapi ini semua akibat patah hati yang baru semalam gue alami (beginilah kehidupan anak sekolah jaman sekarang,kalo nilai jelek nggak bakal dipikirin, tapi kalo udah cinta cintaan malah bisa kebablasan, sungguh amat sangat memprihatinkan) dan sepanjang jalan gue masih meratapi kebodohan gue tentang cinta yang 1 ini, gue telah merelakan pacar gue, kami bertengkar hebat semalam via telepon, dan pada akhirnya kami pun sepakat untuk mengakhiri kisah cinta ini, dan gue semakin memantapkan keputusan untuk pergi dari kehidupan Aji, ketika ada 1 pengakuan yang mencengangkan dari Aji, ternyata selama sebulan ini dia udah berpacaran juga dengan sahabat gue, Meta! (jleb)
Ya,, ternyata Meta sahabat gue  kini menggantikan posisi gue,dan hubungan mereka udah berjalan sebulan, sedangkan gue sama Aji baru aja putus semalam, dan itu yang ngebuat gue shock, dan sepanjang jalan gue berfikir “apa ini alasan Aji yang sebenarnya untuk ninggalin gue? Dan alasan alasan yang semalam dilontarkan itu cuma sebuah kamuflase untuk menutupi kebusukan hatinya? Tapi kenapa dia tega? Dan kenapa Meta juga mau? Apa salah gue? Dan dimana sih letak toilet?” Nggak habis pikir kenapa ini bisa terjadi, Meta yang gue kenal sejak kecil ternyata bisa berbuat setega ini, dan Aji! kenapa dia juga bertindak seperti orang yang nggak punya hati. Sadis!!!
Sesampai disekolah, ada hal yang lebih gila terjadi, Meta berprilaku seperti tidak terjadi apa apa, dia tampak acuh waktu ngeliat gue, dan dia tetap bertingkah centil, labil dan manja, dan tanpa rasa bersalah dia menggandeng Aji didepan mata gue. Gue heran juga “Bisa ya dia bertindak begini? Apa emang hatinya udah mati? Atau emang dia sengaja begini? Sebenernya ini mimpi apa nggak sih? Tolong traktir gue makan!” Otak gue kembali menggelontorkan beberapa pertanyaan, dan hati gue cuma bisa miris dengan keadaan ini, dan efeknya adalah nggak ada 1 mata pelajaran pun disekolah yang bisa gue cerna diotak , karena semua syaraf  udah dipenuhin oleh penggalauan. Aji udah kayak Piala bergilir dan Meta….. Ah! Gue benci keadaan ini!

Akhirnya kantin menjadi tempat gue untuk menenangkan diri, karena jujur! Ga seharusnya gue berpikir tentang cinta yang nggak penting ini, masih banyak hal yang lebih penting yang harus gue pikirin selain ini, dalam 3 hari kedepan gue harus siap untuk mewakili sekolah gue dalam mengikuti Olimpiade Fisika Tingkat Nasional.
Tapi sesampai dikantin, gue malah kembali dibuat galau oleh kelakuan kelakuan adik kelas gue. Gue ngeliat prilaku mereka yang amat sangat menyenangkan, bercanda dan tertawa, mereka terlihat sangat kompak, dan sepertinya hubungan pertemanan mereka sangat solid, dan tanpa sadar, gue pun ikut tersenyum menyaksikan kelakuan mereka, dan itu membuat gue jadi kangen dengan Meta. Tapi kini Meta udah asing diotak gue, gue liat dia tampak menikmati itu, jelas gue sakit hati ngeliat kelakuan mereka. Ah!! lupakan saja, nasi telah menjadi nasi goreng.
Setelah sedikit tenang akhirnya gue melangkah pergi, melihat kelakuan adik kelas yang tadi, hati gue sedikit terhibur dan agak sedikit menimbulkan ketenangan, kalo dipikir lagi, sebenarnya apa yang gue liat tadi ada hikmahnya juga, gue yakin kalo mereka bukannya tanpa masalah tetapi mereka semua dapat mengendalikan masalah dan berhasil menutupinya, dan itu yang ngebuat mereka tampak riang.
Lorong jalan menuju kelas amat sangat terjal, dengan suasana hati yang begini, jalan ini kayak tebing yang curam, dan terasa amat melelahkan, andai aja ada angkot atau ojek, mungkin gue lebih memilih naik itu dari kantin menuju kelas karena gue males banget, dan sangat yang paling ngebuat gue males adalah ketika harus melewati kelas dimana sosok tikus got itu berada. Dan benar saja, ketika gue melangkah melewati kelas terkutuk itu, langkah gue dihentikan oleh seekor manusia yang bernama Aji. “Mau apa lagi ini setan? Apa kurang puas nyakitin gue? Kurang puas juga udah ngerebut sahabat gue?” sumpah demi Aki Aki Disco, enek banget gue ngeliat tampang dia yang sok cool dengan senyumannya yang diarahkan ke gue.
“An, darimana?” itu kata awal yang diucapkan ketika menghadang gue.
“Darimana aja boleeh!” jawab gue acuh tak acuh.
“Kamu marah ya? Kamu cemburu ya, aku jadian sama Meta?” tanya Aji kembali.
(gila ini orang, masih aja nanya yang kayak begini, ini orang nggak punya otak apa nggak mau pake otak kalo ngomong? Pengen banget gue tabok itu bibir pake sepatu)
“Ah, biasa aja kok! Nggak penting juga marah marah, lagian aku nggak mau mikirin ini, yang aku pikirin sekarang Cuma Olimpiade Fisika, nothing more important than it” jawab gue dengan sok santai.
“Kamu kenapa berubah sih? Semenjak kamu terpilih mewakili Olimpiade itu, kamu jadi berubah 180 derajat gini, jarang bales sms aku,jarang angkat telpon aku dan udah nggak perhatian lagi ke aku, kamu kayak orang lain aja sekarang, dan kamu sadar nggak sih dengan perubahan sifat kamu?” kembali Aji melontarkan pertanyaan yang lebih mirip Wartawan Entertainment.
 Gue pun langsung terhentak, belum sempet menjawab satu pertanyaan, dia udah menanyakan pertanyaan lain dengan nada yang sedikit emosi. Dan ini malah ngebuat gue naik darah turun bero, dan pengen rasanya gue maki maki dia saat itu juga. Tapi gue coba untuk tetap tenang, karena gue udah janji sama diri gue bakalan ngelupain masalah ini,
“Aji,,, kan udah aku jelaskan apa yang sebenernya terjadi, aku perlu fokus dalam Olimpiade Fisika ini, dan harusnya kamu ngerti dengan keadaan aku sekarang, bukannya malah marah marah nggak jelas” jawab gue dengan masih keadaan tenang.
“Waktu kamu sedang latihan Basket, apa pernah aku sms atau telpon kamu? Itu sengaja aku lakukan agar kamu bisa berkonsentrasi dengan Team dan Latihan kamu, dan waktu kamu sedang bertanding, aku juga selalu nonton dan menyemangati kamu” kembali gue berbacot ria dan mulai sedikit emosi.
“Aji,, dalam menjalin hubungan itu harus saling mendukung bukan menghalangi, bukan bertindak Egois seperti ini, sebenernya aku cuma ingin agar kamu bersikap adil, dengan mengerti apa yang aku butuhkan saat ini, aku cuma butuh waktu hingga Olimpiade ini berakhir, dan ini penting buat aku, seperti pentingnya antara kamu dengan Team Basket mu, dan apa aku salah?” kembali gue jelaskan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat singkatnya.
“Tapi apa yang malah aku dapet? Kamu malah seenaknya dan menyakiti aku dengan berkhianat dan itu kamu lakukan dengan sahabatku sendiri, apa kamu punya otak? Apa kamu punya hati?”
“ tapi ya sudahlah..! aku udah gpp kok, aku terima ini semua, dan mulai sekarang, lakukan sesuka kalian, dan aku cuma berharap kalo kamu nggak nyakitin Meta dan bener bener tulus menjalin hubungan bersama dia” ini kata kata terakhir gue, sebelum melangkah pergi.

Akhirnya gue nggak tahan membendung air mata gue, dan pada akhirnya semua menetes dengan deras keluar membasahi pipi gue. Sepanjang lorong menuju kelas gue nangis, kalo dikumpulin air mata gue dari semalem hingga sekarang ,mungkin ini cukup membantu warga di Gunung Kidul yang sedang dilanda kekeringan, tetapi ketika gue sampe kelas, kembali gue liat sesosok manusia yang nggak gue harapkan untuk gue liat saat ini. Dan itu adalah Meta. Entah ada angin apa, dia udah berada dikelas gue, dan Dengan tampang yang aneh, Meta melihat kearah gue, sinis, dan tampak sadis!  “Ada apa ini? Kenapa dengan dia? Perasaan gue nggak perrnah minjem duit sama Meta? Tapi tampangnya udah kayak Rentenir yang pengen nagih utang aja” dan akhirnya semua tampak jelas ketika semua terucap.
“Mau apa lagi sih lo sama Aji? Lo udah bubarkan sama Aji? Dan sekarang, Lo juga tau kan kalo dia sekarang lagi jalan sama gue? Apa lo masih berharap Aji bakal balikan lagi sama lo!? Lo ga rela ya kalo Aji sekarang jalan sama gue!?” dengan nada yang sangat emosional Meta menghujani gue dengan pertanyaan nggak penting ini.
“Lho, kenapa tiba tiba lo marah marah nggak jelas kayak gini Ta?” jawab gue
“Udah deh, nggak usah belaga sok nanya, jelas jelas gue tadi ngeliat lo sama Aji tadi!” kembali dia berbacot dengan emosi yang sedikit naik.
Ternyata tadi Meta melihat Aji dan gue, dan mungkin itu yang ngebuat dia menjadi murka dengan sekonyong konyongnya,dan amarah kini sedang merasuki dirinya, tapi andai dia tau apa yang kami bicarakan mungkin dia nggak perlu marah marah begini, karena emang udah gue putuskan untuk merelakan mereka dan ini untuk kepentingan gue dan mereka.
“Apa lo nggak cukup puas nusuk gue dari belakang An?!!” kembali Meta berbicara.
Gue kaget dengan pertanyaan Meta, seharusnya gue yang marah ke Meta, karena jelas jelas dia yang menghianati gue. Dan akhirnya gue pun naik pitam.
“Lho.. yang nusuk lo dari belakang siapa? Apa nggak kebalik Ta!?!”  gue menjawab dengan nada yang nggak kalah emosi.
“Eh..!! gue suka sama Aji itu udah sejak lama,dan lo tau itu, tapi apa? malah lo yang jadi pacar Aji, sakit hati gue An! Harusnya lo yang jadi sahabat gue paham dengan ini semua!! Tapi lo malah pura pura nggak peka! dan dengan santainya menjalani hubungan sama Aji didepan mata gue. Bukan begini An seharusnya!!” bentak Meta dengan emosi yang udah mencapai tahap kesempurnaan. Dan dengan kemarahan tegangan tinggi Meta mendorong gue hingga gue terjatuh kelantai.
“Andai lo nggak bohongin gue dari awal, mungkin gue nggak terlalu terluka, tapi lo sendiri yang bilang, kalo lo nggak bakalan jadian sama Aji, karena lo emang nggak suka!! Tapi apa kenyataannya? Munafik lo An! Dan inget 1 hal An, gue Cuma memberikan pelajaran untuk orang munafik kayak Lo!”
Gila!!! Baru kali ini gue liat kemarahan seorang Meta, dan yang nggak kalah bikin gue kaget ketika gue denger kata kata terakhir Meta. Kata katanya, membuat gue tertegun, dan kata katanya seperti geledek disiang hari. Dan kata katanya membuat gue mengingat apa yang dulu pernah gue ucapin ke Meta, tapi waktu itu, ucapan gue hanya untuk menutupi rasa malu gue, jadi yang gue pernah ungkapin keMeta hanya penyangkalan agar Meta nggak terus terusan menggoda gue, dan disaat yang sama kembali gue teringat kata kata Meta pada saat itu “Kalo lo nggak mao, Aji buat gue aja ya An?”,ternyata apa yang dia ucapin kala itu adalah serius adanya, dan mungkin inilah awal dari semua ini.
 Jadi ….selama ini gue yang udah nyakitin Meta, gue baru sadar, ternyata  gue yang udah jahat sama Meta. Gue diem didalam kejatuhan gue sambil berpikir, dan efek dari ucapan Meta membuat gue nggak bisa berkata kata lagi. Gue bangkit, tetapi tetap diam, kemudian berbalik dan berlari meninggalkan Meta. Dan lo pasti udah tau apa yang terjadi dalam pelarian itu.
Ya! Gue menangis. Ternyata gue yang jahat. Selama ini gue nggak sadar kalo udah nyakitin sahabat gue, dan yang paling menyakitkan adalah saat gue menikmati itu semua dan disaat yang bersamaan sahabat gue terluka, betapa jahatnya gue.
“Keadaan macam apa ini??” teriak gue dalam batin sambil berlari, dan entah kenapa gue berlari kearah belakang sekolah, mungkin cuma belakang sekolah tempat yang paling aman untuk saat ini, dan Aji yang melihat gue, mencoba mengejar sambil memanggil gue. Tetapi gue tetap berlari tanpa menghiraukan Aji, sampai gue terhenti dan menabrak seseorang.
Begitulah kisah Dian, gue sendiri bingung dengan apa yang terjadi, ternyata ini semua terjadi hanya karena ketidakjujuran, dan berakibat fatal, tetapi Dian masih beruntung karena ada sahabatnya yang mau ngingetin semua kesalahannya, walau dengan cara yang menyakitkan, sedang Aji adalah orang yang paling berperan dalam masalah ini. Tidak ada yang benar diantara mereka bertiga, masing masing membuat kesalahan. Andai Dian jujur mungkin nggak begini jadinya, atau andai Aji tidak melakukan perselingkuhan, juga nggak begini keadaannya, atau juga andai Meta nggak melakukan ini, mungkin Dian nggak pernah sadar dengan kesalahannya.

By twitter @ochen editor By Me

1 comment:

Memaki atau Memuji,, Bebas Anda Lakukan Disini.